Generation Gap antara Digital Immigrant dan Digital Native

Digital Native dan Digital Immigrant
Digital Native dan Digital Immigrant

Selain pembagian kategori generasi X, Y, Z dan seterusnya, ada kategori masyarakat modern yang penting diketahui. Digital immigrant dan digital native. Keduanya melihat karakteristik generasi berdasarkan keterpaparan masyarakat terhadap teknologi informasi digital dan internet di dunia yang telah memasuki Era Informasi.

Bermula dari Digital Immigrant

Digital immigrant secara harafiah berarti imigran atau pendatang digital. Masyarakat digital immigrant merupakan lapisan generasi yang hidup dalam peralihan penggunaan teknologi analog ke digital. Mereka bertumbuh ketika dunia masih didominasi media cetak dan televisi analog. Selain itu mereka merasakan kehidupan sebelum adanya internet, merasakan perkembangan internet, serta turut menciptakan dan mengembangkan budaya berinternet masa kini. Mereka lah yang pertama menciptakan komunitas-komunitas maya di chat room dan forum-forum virtual. Digital immigrant pula yang pertama mengimajinasikan konsepsi realitas maya yang kini mulai berkembang menjadi metaverse.

Masyarakat digital immigrant didominasi generasi milenial tua, gen x, dan yang lebih tua lagi. Karena pengetahuannya mengenai dunia tanpa internet, mereka cenderung mampu menarik batas antara kebutuhan yang nyata (IRL) dan yang online (OL).

Berkembangnya Digital Native

Secara harafiah, digital native berarti pribumi digital, atau orang asli digital. Seiring dengan perkembangan zaman dan meluasnya penggunaan teknologi digital dan internet, mulai bertumbuh kembang lah generasi baru. Generasi ini hidup di tengah penggunaan internet yang telah lazim digunakan. Misalnya untuk bersosialisasi, mencari informasi dan hiburan, belajar, dan beragam aspek kehidupan lainnya.

Ini adalah generasi yang tidak mengerti mengapa harus pergi ke perpustakaan karena bisa mencari ke Google. Generasi ini tidak merasakan sulitnya mencari rilisan fisik buku, film, dan musik. Mereka tidak canggung menggunakan video call. Selain itu mereka kelihatannya oversharing apa pun di media sosial. Walaupun demikian sebenarnya mereka tahu mana yang privat. Cenderung tidak terkotak-kotak oleh sirkel-sirkel hobi atau kesukaan karena segala tren dan informasi campur aduk di media sosial. Terutamanya mereka mudah meleburkan realitas nyata dan virtualnya, tapi juga sangat mudah menciptakan realitas baru dan safe space virtual.

Generation Gap

Akibat perbedaan karakteristik ini, generation gap pasti terjadi. Tidak harus menyalahkan digital native. Saya yakin digital immigrant yang kini telah berkeluarga pun pernah mengalami generation gap dengan orang tua. Pernah mengalami rasanya tidak dimengerti akibat perbedaan dunia dan lingkungan bersosialisasi. Sebagai salah seorang digital immigrant, setidaknya kita bisa mengerti adiksi generasi bawah terhadap game, media sosial, dan nyamannya internetan. Kita juga lebih paham: semakin luas pergaulan akibat batas-batas virtual yang kabur, semakin mudah digital native mempertanyakan kebenaran dan etika yang bersifat otoritatif. Justru karena kita merupakan peralihan, kita lebih dulu memiliki digital wisdom. Mau ke mana kita kembangkan?

Semakin luas pergaulan akibat batas-batas virtual yang kabur, semakin mudah digital native mempertanyakan kebenaran dan etika yang bersifat otoritatif.

Bila bentuk pengajaran kepada generasi muda tidak lagi pas seperti yang kita terima dulu, justru sekarang saatnya kita eksplorasi. Kemungkinan-kemungkinan apa lagi yang baru yang mampu menciptakan masyarakat dunia di masa depan? Karena baik IRL maupun OL kita mendambakan dunia yang lebih damai, inklusif, toleran dan saling menerima satu sama lain.

 


Masyarakat dan Kebutuhan Internet

Penjelasan di atas tentunya dekat dengan stereotipe dan cenderung lebih banyak berlaku di masyarakat urban. Kehidupan urban yang serba sat-set membuat pembagian kategori digital native dan immigrant menjadi hampir tidak relevan. Apalagi jika kita keluar dari masyarakat perkotaan dan masuk ke masyarakat yang lebih tradisional. Generasi mana pun mungkin masih berkutat dengan internet yang lambat, tidak stabil, bahkan belum ada jaringan. Pengetahuan mengenai internet, wifi, bandwidth, fiber optik, dan istilah teknis lain pun cenderung masih asing.

Maka dari itu, Sandya Networks berusaha mengkoneksikan daerah-daerah yang belum terjangkau internet dari pinggir. Misalnya kami telah hadir di beberapa desa di Ponorogo bersama program Inpomase. Pelan tapi pasti. Kami percaya akses internet yang baik dan stabil mampu menaikkan taraf hidup masyarakat. Kemudian melalui rilis-rilis artikel akan menghadirkan pengetahuan-pengetahuan untuk membantu Anda memahami dunia internet. Karena kami juga percaya kehadiran internet tak langkap tanpa kehadiran layanannya.

Kunjungi laman produk untuk melihat layanan yang kami tawarkan. Untuk mengikuti kegiatan dan pengetahuan terbaru, Anda dapat mengikuti instagram dan facebook kami. Sampai jumpa, Inners!